Powered By Blogger

Rabu, 28 Mei 2008

Pendudukan Jepang

b. Aspek politik

Kebijakan pertama yang dilakukan Dai Nippon (pemerintah militer Jepang) adalah melarang semua rapat dan kegiatan politik. Pada tanggal 20 Maret 1942, dikeluarkan peraturan yang membubarkan semua organisasi politik dan semua bentuk perkumpulan. Pada tanggal 8 September 1942 dikeluarkan UU no. 2 Jepang mengendalikan seluruh organisasi nasional.

Anda dapat membayangkan, keluarnya UU tersebut, praktis menjadikan organisasi nasional yang pada saat itu sedang giat-giatnya memperjuangkan kemerdekaan Indonesia harus dilumpuhkan. Anda masih ingat perjuangan Parindra dan GAPI? Perjuangan Parindra dan GAPI adalah Indonesia mulia dan sempurna serta berusaha untuk menentukan nasib sendiri bagi bangsa Indonesia. Parindra berusaha untuk mempersatukan persepsi/pandangan organisasi pergerakan nasional dengan cara menggabungkan beberapa organisasi. Sementara GAPI berjuang untuk mencapai kemerdekaan dengan jalan perjuangan melalui tuntutan Indonesia berparlemen. Tentu saja perjuangan Parindra dan GAPI akan membahayakan posisi Jepang yang baru saja menginjakkan kakinya di Indonesia.

Dalam rangka menancapkan kekuasaan di Indonesia, pemerintah militer jepang melancarkan strategi politisnya dengan membentuk gerakan Tiga A.

Gerakan ini merupakan upaya Jepang untuk merekrut dan mengerahkan tenaga rakyat yang akan dimanfaatkan dalam perang Asia Timur Raya. Berbagai propaganda akan dilakukan agar gerakan tersebut sukses dan Indonesia dapat meyakini bahwa Jepang adalah bangsa Asia yang memiliki kelebihan dan dapat diharapkan membebaskan Indonesia dari penjajahan Barat.

Gerakan Tiga A dalam realisasinya, tidak mampu bertahan lama, karena rakyat Indonesia tidak sanggup menghadapi kekejaman militer Jepang dan berbagai bentuk eksploitasi yang dilakukan bahkan jika boleh mengistilahkan, "masih lebih baik dijajah oleh Belanda daripada dijajah Jepang". Hal tersebut membuktikan kekejaman militer Jepang sulit tertandingi.

Ketidaksuksesan gerakan Tiga A,membuat Jepang mencari bentuk lain untuk dapat menarik simpati rakyat. Upaya yang dilakukan adalah menawarkan kerjasama dengan para pemimpin indonesia untuk membentuk "Putera". melalui Putera diharapkan para pemimpin nasional dapat membujuk kaum Nasionalis sekuler dan intelektual untuk mengabdikan pikiran dan tenaganya demi kepentingan perang melawan Sekutu.

Melihat peluang untuk melakukan perjuangan secara non kooperasi sulit dilakukan, akhirnya para pemimpin mencoba memanfaatkan peluang kerjasama tersebut, dengan harapan Putera dapat menjadi wadah untuk menggalang prsatuan dan menjadi kekuatan tersembunyi. Paling tidak Putera akan menjadi wadah untuk melakukan konsolidasi kekuatan minimal para pemimpin dapat berdialog dengan rakyat melalui sarana/fasilitas yang dimiliki pemerintah Jepang.

Keberhasilan organisasi Putera, tidak terlepas dari kemampuan para pemimpin serta tingginya kepercayaan rakyat Indonesia pada para tokoh nasional untuk memperjuangkan Indonesia merdeka. Indikasinya dapat Anda lihat dari kemajuan organisasi Putera sampai ke berbagai daerah dan kemandirian Putera dalam menjalankan kegiatan operasional tanpa suntikan dana dari pemerintah Jepang. meskipun Putera tidak mampu menghasilkan karya konkrit bagi perjuangan pergerakan nasional namun, dengan adanya Putera mentalitas bangsa Indonesia secara tidak langsung sudah dipersiapkan untuk dapat memperjuangkan proklamasi kemerdekaan. Hal serupa dapat Anda lihat pada pembentukan organisasi militer PETA.

Langkah pendudukan selanjutnya Jepang membentuk Dinas Polisi Rahasia yang disebut Kempetai bertugas mengawasi dan menghukum pelanggaran terhadap pemerintah Jepang. Pembentukan Kempetai ini menyebabkan tokoh-tokoh pergerakan Nasional Indonesia memilih sikap kooperatif untuk menghindari halhal yang tidak diinginkan, karena kekejaman Kempetai yang sangat terkenal.

Diskriminasi politik tentara pendudukan juga diterapkan, untuk membedakan wilayah Jawa dengan luar Jawa. Untuk pulau Jawa Jepang bersikap lemah karena pertimbangan jauh dari Sekutu, sementara untuk luar Jawa sebaliknya mendapat kontrol/pengawasan yang sangat ketat.

Selain itu, Jepangpun melakukan propaganda untuk menarik simpati bangsa Indonesia dengan cara:
a. Menganggap Jepang sebagai saudara tua bangsa Asia (ingat Hakko Ichiu?)
b. Melancarkan semboyan 3A (Jepang pemimpin, Jepang cahaya dan Jepang pelindung Asia)
c. Melancarkan simpati lewat pendidikan berbentuk beasiswa pelajar.
d. Menarik simpati umat Islam untuk pergi Haji
e. Menarik simpati organisasi Islam MIAI. (ingat modul 3, mengapa MIA tidak dibubarkan?)
f. Melancarkan politik dumping
g. Mengajak untuk bergabung tokoh-tokoh perjuangan Nasional seperti: Ir. Soekarno, Drs. M. Hatta serta Sutan Syahrir, dengan cara membebaskan tokoh tersebut dari penahanan Belanda.

Selain propaganda, Jepang juga melakukan berbagai tindakan nyata berupa pembentukan badan-badan kerjasama seperti berikut:
a. Putera (Pusat Tenaga Rakyat) dengan tujuan membujuk kaum Nasionalis sekuler dan intelektual agar menyerahkan tenaga dan pikirannya untuk mengabdi kepada Jepang.
b. Jawa Hokokai (Himpunan kebaktian Jawa) merupakan organisasi sentral dan terdiri dari berbagai macam profesi (dokter, pendidik, kebaktian wanita pusat dan perusahaan).

Penerapan sistem Autarki (daerah yang harus memenuhi kebutuhan sendiri dan kebutuhan perang). Sistem ini diterapkan di setiap wilayah ekonomi. Contoh Jawa menjadi 17 daerah, Sumatera 3 daerah, dan Meinsefu (daerah yang diperintah Angkatan Laut) 3 daerah.

Setelah penyerahan kekuasaan dari Belanda kepada Jepang di Kalijati maka seluruh daerah Hindia Belanda menjadi 3 daerah pemerintahan militer:
1. Daerah bagian tengan meliputi Jawa dan madura dikuasai oleh tentara keenambelas denagn kantor pusat di Batavia.
2. Daerah bagian Barat meliputi Sumatera dengan kantor pusat di Bukit tinggi dikuasai oleh tentara keduapuluhlima.
3. daerah bagian Timur meliputi Kalimantan, Sulawesi, Nusantara, Maluku dan Irian Jaya dibawah kekuasaan armada selatan kedua dengan pusatnya di Makassar.

Selain kebijakan politik di atas, pemerintah Militer Jepang juga melakukan perubahan dalam birokrasi pemerintahan, diantaranya adalah pembentukan organisasi pemerintahan di tingkat pusat dengan membentuk Departemen dan pembentukan Cou Sang In/dewan penasehat. Untuk mempermudah pengawasan dibentuk tiga pemerintahan militer yakni:
1. Pembentukan Angkatan Darat/Gunseibu, membawahi Jawa dan Madura dengan Batavia sebagai pusat dan dikenal dengan tentara ke enam belas dipimpin oleh Hitoshi Imamura.
2. Pembentukan Angkatan Darat/Rikuyun, yang membawahi Sumatera dengan pusat Bukit Tinggi (Sumatera Barat) yang dikenal dengan tentara ke dua puluh lima dipimpin oleh Jendral Tanabe.
3. Pembentukan Angkatan Laut/Kaigun, yang membawahi Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara, Maluku dan Irian dengan pusatnya Ujung Pandang (Makasar) yang dikenal dengan Armada Selatan ke dua dengan nama Minseifu dipimpin Laksamana Maeda.

Untuk kedudukan pemerintahan militer sementara khusus Asia Tenggara berpusat di Dalat/Vietnam.

Dengan sistem sentralisasi kekuasaan, Jepang mencoba untuk menanamkan kekuasaan di Indonesia. Pulau Jawa menjadi pusat pemerintahan yang terpenting, bahkan jabatan Gubernur Jenderal masa Hindia Belanda dihapus dan diambil alih oleh panglima tentara Jepang di Jawa. Sementara status pegawai dan pemerintahan sipil masa Hindia Belanda tetap diakui kedudukannya asal memiliki kesetiaan terhadap Jepang. Status badan pemerintahan dan UU di masa Belanda tetap diakui sah untuk sementara, asal tidak bertentangan dengan aturan kesetiaan tentara Jepang.

Untuk lebih jelasnya, Anda dapat melihat struktur Birokrasi pemerintahan Militer dan Sipil pada masa pendudukan Jepang dengan melihat bagan di bawah ini.
a.

Pemerintahan Militer Jepang
b.

Struktur pemerintahan sipil pada masa pendudukan Jepang

Dari penjelasan di atas, tentang kebijakan pemerintah militer Jepang di bidang politik dan birokrasi dampak yang dirasakan bangsa Indonesia antara lain terjadinya perubahan struktur pemerintahan dari sipil ke militer, terjadi mobilitas sosial vertikal (pergerakan sosial ke atas dalam birokrasi) dalam masyarakat Indonesia. Sisi positif yang dapat Anda ketahui, bangsa Indonesia mendapat pelajaran berharga sebagai jawaban cara mengatur pemerintahan, karena adanya kesempatan yang diberikan pemerintah Jepang untuk menduduki jabatan penting seperti Gubernur, dan wakil Gubernur, Residen, Kepala Polisi.

c. Aspek Ekonomi dan Sosial

Pada kedua aspek ini, Anda akan menemukan bagaimana praktek eksploitasi ekonomi dan sosial yang dilakukan Jepang terhadap bangsa Indonesia dan Anda bisa membandingkan dampak ekonomi dan sosial dengan dampak politis dan birokrasi.

Hal-hal yang diberlakukan dalam sistem pengaturan ekonomi pemerintah Jepang adalah sebagai berikut:
1) Kegiatan ekonomi diarahkan untuk kepentingan perang maka seluruh potensi sumber daya alam dan bahan mentah digunakan untuk industri yang mendukung mesin perang. Jepang menyita seluruh hasil perkebunan, pabrik, Bank dan perusahaan penting. Banyak lahan pertanian yang terbengkelai akibat titik berat kebijakan difokuskan pada ekonomi dan industri perang. Kondisi tersebut menyebabkan produksi pangan menurun dan kelaparan serta kemiskinan meningkat drastis.
2) Jepang menerapkan sistem pengawasan ekonomi secara ketat dengan sanksi pelanggaran yang sangat berat. Pengawasan tersebut diterapkan pada penggunaan dan peredaran sisa-sisa persediaan barang. Pengendalian harga untuk mencegah meningkatnya harga barang. Pengawasan perkebunan teh, kopi, karet, tebu dan sekaligus memonopoli penjualannya. Pembatasan teh, kopi dan tembakau, karena tidak langsung berkaitan dengan kebutuhan perang. Monopoli tebu dan gula, pemaksaan menanam pohon jarak dan kapas pada lahan pertanian dan perkebunan merusak tanah.
3) Menerapkan sistem ekonomi perang dan sistem autarki (memenuhi kebutuhan daerah sendiri dan menunjang kegiatan perang). Konsekuensinya tugas rakyat beserta semua kekayaan dikorbankan untuk kepentingan perang. Hal ini jelas amat menyengsarakan rakyat baik fisik maupun material.
4) Pada tahun 1944, kondisi politis dan militer Jepang mulai terdesak, sehingga tuntutan akan kebutuhan bahan-bahan perang makin meningkat. Untuk mengatasinya pemerintah Jepang mengadakan kampanye penyerahan bahan pangan dan barang secara besar-besaran melalui Jawa Hokokai dan Nagyo Kumiai (koperasi pertanian), serta instansi resmi pemerintah. Dampak dari kondisi tersebut, rakyat dibebankan menyerahkan bahan makanan 30% untuk pemerintah, 30% untuk lumbung desa dan 40% menjadi hak pemiliknya. Sistem ini menyebabkan kehidupan rakyat semakin sulit, gairah kerja menurun, kekurangan pangan, gizi rendah, penyakit mewabah melanda hampir di setiap desa di pulau Jawa salah satunya: Wonosobo (Jateng) angka kematian 53,7% dan untuk Purworejo (Jateng) angka kematian mencapai 224,7%. Bisa Anda bayangkan bagaimana beratnya penderitaan yang dirasakan bangsa Indonesia pada masa Jepang (bahkan rakyat dipaksa makan makanan hewan seperti keladi gatal, bekicot, umbi-umbian).
5) Sulitnya pemenuhan kebutuhan pangan semakin terasakan bertambah berat pada saat rakyat juga merasakan penggunaan sandang yang amat memprihatinkan. Pakaian rakyat compang camping, ada yang terbuat dari karung goni yang berdampak penyakit gatal-gatal akibat kutu dari karung tersebut. Adapula yang hanya menggunakan lembaran karet sebagai penutup.

Demikian bentuk praktek-praktek eksploitasi ekonomi masa pendudukan Jepang, yang telah begitu banyak menghancurkan sumber daya alam, menimbulkan krisis ekonomi yang mengerikan dan berakhir dengan tingginya tingkat kematian seperti yang terjadi juga pada bidang sosial di bawah ini, khususnya pergerakan sosial yang dilakukan pemerintah Jepang dalam bentuk Kinrohosi atau kerja bakti yang lebih mengarah pada kerja paksa untuk kepentingan perang.

Luasnya daerah pendudukan Jepang, menyebabkan Jepang memerlukan tenaga kerja yang sebanyak-banyaknya untuk membangun sarana pertahanan berupa kubu-kubu pertahanan, lapangan udara darurat, gudang bawah tanah, jalan raya dan jembatan. Tenaga untuk mengerjakan semua itu, diperoleh dari desa-desa di Jawa yang padat penduduknya melalui suatu sistem kerja paksa yang dikenal dengan Romusha. Romusha ini dikoordinir melalui program Kinrohosi/kerja bakti. Pada awalnya mereka melakukan dengan sukarela, lambat laun karena terdesak perang Pasifik maka pengerahan tenaga diserahkan pada panitia pengerah (Romukyokai) yang ada di setiap desa. Banyak tenaga Romusha yang tidak kembali dalam tugas karena meninggal akibat kondisi kerja yang sangat berat dan tidak diimbangi oleh gizi dan kesehatan yang mencukupi. Kurang lebih 70.000 orang dalam kondisi menyedihkan dan berakhir dengan kematian dari ± 300.000 tenaga Romusha yang dikirim ke Birma, Muangthai, Vietnam, Malaya dan Serawak. (buku Sejarah kelas II Bumi Aksara).

Kondisi sosial yang memprihatinkan tersebut telah memicu semangat Nasionalisme para pejuang Peta untuk mencoba melakukan pemberontakan karena tidak tahan menyaksikan penyiksaan terhadap para Romusha.

Praktek eksploitasi/pengerahan sosial lainnya yang dapat Anda ketahui adalah bentuk penipuan terhadap para gadis Indonesia untuk dijadikan wanita penghibur ( Jung hu Lanfu) dan disekap dalam kamp tertutup. Para wanita ini awalnya diberi iming-iming pekerjaan sebagai perawat, pelayan toko, atau akan disekolahkan, ternyata dijadikan pemuas nafsu untuk melayani prajurit Jepang di kamp-kamp: Solo, Semarang, Jakarta, Sumatera Barat. Kondisi tersebut mengakibatkan banyak gadis yang sakit (terkena penyakit kotor), stress bahkan adapula yang bunuh diri karena malu. (Sebagai gambaran Anda masih ingat film “Romusha” dengan latar belakang penjajahan Jepang).

Adapun kebijakan pemerintah Jepang di bidang sosial yang dapat dirasakan manfaatnya seperti pembentukan Tonarigami (RT), satu RT ± 10 - 12 kepala keluarga. Pembentukan RT ini bertujuan untuk memudahkan pengawasan dan memudahkan dalam mengorganisir kewajiban rakyat serta memudahkan pengawasan dari pemerintah desa.

Perubahan sosial dalam masyarakat Indonesia terjadi pada masa pemerintahan Jepang berupa diterapkannya sistem birokrasi Jepang dalam pemerintahan di Indonesia sehingga terjadi perubahan dalam institusi/lembaga sosial di berbagai daerah (lihat struktur pemerintahan desa/sipil).
d. Aspek kebudayaan

Kebijakan yang diterapkan pemerintah Jepang di bidang pendidikan adalah menghilangkan diskriminasi/perbedaan siapa yang boleh mengenyam/merasakan pendidikan. Pada masa Belanda, Anda tentu masih ingat, yang dapat merasakan pendidikan formal untuk rakyat pribumi hanya kalangan menengah ke atas, sementara rakyat kecil (wong cilik) tidak memiliki kesempatan. Sebagai gambaran diskriminasi yang dibuat Belanda, ada 3 golongan dalam masyarakat:
1. Kulit putih (Eropa)
2. Timur Aing (Cina, India dll)
3. Pribumi

Pola seperti ini mulai dihilangkan oleh pemerintah Jepang. Rakyat dari lapisan manapun berhak untuk mengenyam pendidikan formal. Jepang juga menerapkan jenjang pendidikan formal seperti di negaranya yaitu: SD 6 tahun, SMP 3 tahun dan SMA 3 tahun. Sistem ini masih diterapkan oleh pemerintah Indonesia sampai saat ini sebagai satu bentuk warisan Jepang.

Satu hal yang melemahkan dari aspek pendidikan adalah penerapan sistem pendidikan militer. Sistem pengajaran dan kurikulum disesuaikan untuk kepentingan perang. Siswa memiliki kewajiban mengikuti latihan dasar kemiliteran dan mampu menghapal lagu kebangsaan Jepang. Begitu pula dengan para gurunya, diwajibkan untuk menggunakan bahasa Jepang dan Indonesia sebagai pengantar di sekolah menggantikan bahasa Belanda. Untuk itu para guru wajib mengikuti kursus bahasa Jepang yang diadakan.

Dengan melihat kondisi tersebut, Anda akan mendapatkan dua sisi, yaitu kelebihan dan kekuarangan dari sistem pendidikan yang diterapkan pada masa Belanda yang lebih liberal namun terbatas. Sementara pada masa Jepang konsep diskriminasi tidak ada, tetapi terjadi penurunan kualitas secara drastis baik dari keilmuan maupun mutu murid dan guru.

Diskusikan dengan teman, orang tua/siapa saja di lingkungan Anda yang diperkirakan dapat memberi informasi:
1. Penjajah Belanda dalam hal pendidikan lebih bersifat memecah belah dan diskriminasi.
Coba apa alasannya.
2. Pendidikan Jepang misalnya bidang militer seperti PETA apakah benar-benar tulus? Jelaskan.

Kondisi di atas tidak terlepas dari target pemerintah Jepang melalui pendidikan, Jepang bermaksud mencetak kader-kader yang akan mempelopori dan mewujudkan konsep kemakmuran bersama Asia Timur Raya, namun dengan jalan yang salah, karena harus melalui peperangan Asia Timur Raya.

Satu hal yang paling menarik untuk Anda cermati adalah pemaksaan yang dilakukan oleh pemerintah Jepang agar masyarakat Indonesia terbiasa melakukan penghormatan kepada Tenno ( Kaisar) yang dipercayai sebagai keturunan dewa matahari ( Omiterasi Omikami). Sistem penghormatan kepada kaisar dengan cara membungkukkan badan menghadap Tenno, disebut dengan Seikeirei. Penghormatan Seikerei ini, biasanya diikuti dengan menyanyikan lagu kebangsaan Jepang ( kimigayo) . Tidak semua rakyat Indonesia dapat menerima kebiasaan ini, khususnya dari kalangan Agama. Penerapan Seikerei ini ditentang umat Islam, salah satunya perlawanan yang dilakukan KH. Zainal Mustafa, seorang pemimpin pondok pesantren Sukamanah Jawa Barat. Peristiwa ini dikenal dengan peristiwa Singaparna.

e. Aspek Kehidupan Militer

Pada aspek militer ini, Anda akan memahami bahwa badan-badan militer yang dibuat Jepang semata-mata karena kondisi militer Jepang yang semakin terdesak dalam perang Pasifik.

Memasuki tahun kedua pendudukannya (1943), Jepang semakin intensif mendidik dan melatih pemuda-pemuda Indonesia di bidang militer. Hal ini disebabkan karena situasi di medan pertempuran (Asia - Pasifik) semakin menyulitkan Jepang. Mulai dari pukulan Sekutu pada pertempuran laut di Midway (Juni 1942) dan sekitar Laut Karang (Agustus ’42 - Februari 1943). Kondisi tersebut diperparah dengan jatuhnya Guadalacanal yang merupakan basis kekuatan Jepang di Pasifik (Agustus 1943).

Situasi di atas membuat Jepang melakukan konsolidasi kekuatan dengan menghimpun kekuatan dari kalangan pemuda dan pelajar Indonesia sebagai tenaga potensial yang akan diikutsertakn dalam pertempuran menghadapi Sekutu.

Di bawah ini Anda akan mempelajari bentuk-bentuk barisan militer yang dipersiapkan oleh Jepang antara lain:

a.

9 Maret 1943 didirikan gerakan Seinendan (Barisan Pemuda). Pelantikannya dilakukan 29 April 1943, dengan anggota ± 3500 pemuda. Tujuannya untuk melatih dan mendidik para pemuda, agar mampu menjaga dan mempertahankan tanah air dengan kekuatan sendiri. Persyaratan untuk menjadi Seinendan adalah: pemuda berusia 14 - 23 tahun.

Untuk lebih meningkatkan pemahaman Anda. Simaklah gambar 4 diatas, selanjutnya simak uraian materi berikutnya!
b.

Pembentukan Barisan Pelajar ( Gokutai) untuk pelajar SD - SLTA, seperti terlihat pada gambar 5 berikut ini:

c. Pembentukan Barisan bantu Polisi ( Keibodan), dengan syarat yang lebih ringan dari Seinendan, usia yang diprioritaskan ± 23 - 25 tahun. Untuk Keibodan ini ada keharusan untuk setiap desa (ku) yang memiliki pemuda dengan usia tersebut dan berbadan sehat wajib menjadi Keibodan. Sistem pengawasan Keibodan ini diserahkan pada Polisi Jepang. Ada beberapa istilah Keibodan sesuai dengan wilayah atau daerahnya seperti di Sumatera disebut dengan Bogodan sedangkan di daerah Angkatan Laut, khususnya di Kalimantan disebut dengan Borneo Konon Hokokudan dengan jumlah pasukan ± 28.000 orang.
d. Pembentukan barisan pembantu Prajurit Jepang ( Heiho) April 1943. Anggota Heiho adalah pemuda berusia ± 18 - 25 tahun, dengan pendidikan terendah SD. Mereka akan ditempatkan langsung pada angkatan perang Jepang (AL - AD). Walaupun berstatus pembantu prajurit tetapi mereka dilatih untuk mampu menggunakan senjata dan mengoperasikan meriam-meriam pertahanan udara. Bahkan saat perang semakin hebat mereka diikutsertakan bertempur ke front di Solomon dan tempat lain. Disinilah para pemuda kita mendapat tempat latihan militer yang sesungguhnya dengan kemampuan yang tinggi.
e. Pembentukan Barisan Semi Militer khusus direkrut dari golongan Islam dengan nama : Hizbullah (Tentara Allah) diantaranya tokoh Otto Iskandinata dan Dr. Buntaran Martoatmojo.
f.

Pembentukan Pasukan Pembela Tanah Air ( PETA) tanggal 3 Oktober 1943 dilakukan oleh Letjen Kumakici Harada melalui Osamu Seiri no. 44 yang mengatur tentang pembentukan PETA. Pembentukan PETA ini, Jepang bercermin dari Perancis saat menguasai Maroko dengan memanfaatkan pemuda Maroko sebagai tentara Perancis.

Secara khusus penjelasan tentang PETA, akan lebih diperluas, karena peranan anggota PETA ini sangat besar dalam upaya memperjuangkan kemerdekaan dan mempertahankannya. Disinilah inti dari kekuatan militer RI nantinya (sering diistilahkan dengan embrio dari TNI).
g. Pembentukan Jawa Hokokai
Memasuki tahun 1944 kondisi Jepang bertambah buruk. Satu persatu wilayahnya berhasil dikuasai Sekutu, bahkan serangan langsung mulai diarahkan ke negeri Jepang sendiri. Melihat kondisi tersebut pada tanggal 9 September 1944 PM Kaiso mendeklarasikan janji kemerdekaan untuk Indonesia di kemudian hari. Janji ini semata-mata untuk memotivasi bangsa Indonesia agar tetap setia membantu perjuangan militer Jepang dalam menghadapi Sekutu. Beberapa hari sesudah janji kemerdekaan dibentuklah Benteng perjuangan Jawa ( Jawa Sentotai) ini merupakan badan perjuangan dalam Jawa Hokokai, bahkan organisasi lainpun dibentuk seperti Barisan Pelopor ( Suisyintai) dipimpin langsung oleh Ir. Soekarno, Sudiro, RP. Suroso, Otto Iskandardinata dan Dr. Buntaran Martoatmojo.

Melalui bentuk-bentuk pelatihan militer di atas, Anda akan dapat memahami sisi positif dan negatif yang dapat dirasakan para pemuda Indonesia. Para pemuda kita tidak hanya dilatih kemampuan dan keterampilan militernya dalam menggunakan senjata tetapi sikap dan mental merekapun tanpa sadar dibentuk dengan suatu semangat Bushido (sikap para ksatria militer Jepang) baik disiplin, keuletan/daya juang yang tinggi, kerja keras, jujur dan berani menghadapi tantangan serta memiliki tanggung jawab.

Sikap mental yang seperti ini akan menjadi kekuatan tersendiri dari para pemuda Indonesia dalam menghadapi kekejaman tentara Jepang seperti dalam pemberontakan PETA. Di sisi lain akan menjadi bekal dalam mempertahankan kemerdekaan Indonesia menghadapi tentara Sekutu, baik yang tergabung dalam laskar-laskar rakyat maupun yang akan menjadi tentara Inti Republik Indonesia. Seperti terlihat pada gambar 6 berikut ini.

Bagaimana dampak negatifnya? Anda tentu sudah dapat membayangkannya bagaimana bentuk eksploitasi (pengerahan) fisik terjadi, baik pada saat pelatihan maupun sesudah menjadi Tentara Sukarela yang dikirim untuk berperang. Mereka yang berada pada usia produktif (aktif 20 - 40 tahun) harus berjuang dengan taruhan nyawa demi membela kepentingan bangsa lain. Sementara bagi mereka yang tidak terjun langsung ke medan juang, tenaga mereka dipersiapkan untuk menyediakan fasilitas perang mulai dari perlengkapan fisik sampai pada penyediaan logistik/bahan makanan untuk tentara.

Sabtu, 17 Mei 2008

Jumat, 16 Mei 2008

My Quotes

"Saya akan tunjukan kepada dunia bahwa saya bukan seorang pecundang karena, saya lahir Secitra dan segambar dengan Allah." -Ryan Yuniardo-(20/2-08)

"Pikranku adalah pengendali takdir hidupku" -Ryan Yuniardo-(21/2-08)

"Untuk Mendapatkan Sesuatu kita harus bertindak" -Ryan Yuniardo-(22/4-08)

"Belajar dari Hidup untuk hidup" -Ryan Yuniardo-

"Hidup ini indah, Hidup ini mudah, Semua yang baik datang Kepadaku" -Ryan Yuniardo-

Rabu, 30 April 2008

FolkTale TOBA LAKE

4 U To Know FolkTale Batak people.
Musang Jantan Presents :

Long time ago in the Sumatera Island, lived a farmer. He was a hard-working farmer for his mediocre size rice field. Even though he was old enough to get married but he chose to live alone.

In the shiny morning, the farmer went to get fish in the river.

"I wish I get big fishes today," thought the farmer. After he threw the bait, it seemed wobbled. He cheerfully pulled the bait up and smiled when he grabbed a quite big fish in his hands. It was a beautiful golden reddish fish.

But suddenly he got startled when he heard the fish talking to him.

“Wait! Don’t eat me!” said the fish, “I’ll be ready to accompany you if you don’t eat me.” He was really surprised so the fish fell to the ground and amazingly turned into a beautiful girl.

"Am I dreaming?" he talked to himself.

"Don't be afraid Sire," the beautiful girl calmed him, ”I’m also a humankind like you."

“I owe you for breaking the evil's spell,” she continued.

"My name is Puteri, and I am ready to be your wife," said the girl.

Then finally they got married. However, there was one condition that the farmer must be agreed to. He must not tell anyone that Puteri previously was a fish. If the promise was violated then the horrifying disaster will happen.

Arrived in the village, the farmer and Puteri were greeted by the villagers.

"He possibly the fairy who descended from sky," they muttered.

The farmer felt very happy and peaceful. As a good husband, he continued to work to seek a living by working in his paddy-field diligently. He fulfilled all he and his wife need.

Many people were jealous. They spread defamation that the farmer had supernatural beings. However they did not feel they were touched on, in fact they keep on working hard.

A year later, the farmer was very happy after his wife gave birth to a baby boy. He named him Putera.

Putera grew into a healthy and strong child. He became the sweet child but rather naughty. He had one habit that surprised his parents. He always felt hungry. Food that was supposed to be eaten by three of them could be eaten entirely by him. Putera always made his father upset as well. He didn’t like to help his parents working. His wife always reminded him to be patient in raising their child.

"Yes, I will be patient!" promised the farmer.

However, the patience had its limit. One day, Puteri told Putera to deliver foods to the rice-field where his father was working. But he didn’t do what his mother asked. The farmer was waiting for the foods delivered by Putera in hunger. Then he decided to go home at once.

He saw Putera was playing football in the field near their house. The farmer became angry.

“You really are a fish child!” he shouted angrily. He didn’t realize that he already said the forbidden words to his son.

After the farmer said that, instantly both his son and his wife were disappeared. From the ground where he stood, suddenly water spat on very swift. The village and the surrounding remained all flooded. Water overflowed very high and wide so as to form a lake. The lake had finally been known by the name of the Toba Lake. The small island in the middle of the lake is known by the name of the Samosir Island.